Bagi penggemar tinju dunia,
tentu tak asing dengan nama
Muhammad Ali, mantan juara
dunia kelas berat tiga kali. Di
masanya, Ali terkenal sebagai
seorang petinju yang sangat
ditakuti oleh lawan-lawannya.
Dan, ia pun dijuluki sebagai
The Greatest (terbesar).
Sebab, dia mampu menaklukkan peitnju-petinju terbesar di zamannya, seperti George Foreman, Sony Liston, Joe Frazier, dan
lainnya. Bahkan, pertarungannya melawan Foreman serta Joe Frazier
menjadi pertarungan terbaik
sepanjang abad ke-20 . Dan,
Ali pun juga dinobatkan
sebagai seorang petinju
terbesar di abad 20.
Nama sebagai 'Yang Terbesar'
ini disematkan padanya sejak
ia mengalahkan para petinju
yang juga memiliki nama
besar. Karena kemampuannya
mengalahkan para petinju itu,
ia pun menggunakan nama
'Yang Terbesar' (The Greatest) tersebut. Ali juga dikenal sebagai
petinju terbaik pada masanya.
Ia pernah menjadi sebuah
mesin pemukul yang sangat
hebat hingga menimbulkan
rasa takut pada lawannya.
Sebelum berganti nama
menjadi Muhammad Ali, ia
bernama Cassius Marcellus
Clay Junior. Hingga kini,
namanya dianggap sebagai
petinju terbaik yang pernah
dimiliki publik Amerika Serikat
dan orang kulit hitam.
Kesuksesannya merebut gelar
juara dunia menempatkannya
pada deretan atlet terbesar
abad ke-20. Bahkan, gelar itu
mengubah status pandangan
masyarakat terhadap orang
dan atlet kulit hitam.
Keberhasilannya itu pun yang
akhirnya mengangkat
martabat para atlet kulit
hitam ke tempat yang tinggi
dengan penghormatan dan
penerimaan yang baik dari
masyarakat kulit putih dan
hitam.
Ali dilahirkan pada 17 Januari
1942 di Louisville, Kentucky,
Amerika Serikat. Daerah yangdikenal dengan ayam goreng
khasnya ini juga terkenal
dengan perbedaan etnis yang
kental. Ayahnya, Cassius
Marcellus Clay Sr, adalah
pelukis papan nama dan
reklame. Ibunya, Odessa Grady
Clay, seorang pembantu
rumah tangga.
Sejak kecil, Clay sudah
merasakan perbedaan
perlakuan karena warna
kulitnya yang cokelat.
Barangkali, hal inilah yang
kemudian mendorongnya
untuk belajar tinju agar bisa
membalas perlakuan jahat
teman-temannya yang
berkulit putih. Ketika belum
genap berusia 20 tahun, ia
sudah memenangkan
pertandingan kelas berat di
Olimpiade Roma tahun 1960.
Pada usia 22 tahun, ia
merasa dilahirkan kembali ke
dunia. Sebab, saat itulah, ia
berganti nama dari Cassius
Marcellus Clay Junior menjadi
Muhammad Ali. Nama ini
merupakan pemberian
seorang tokoh Muslim dari
Nation of Islam (NOI), Elijah
Muhammad, tahun 1964.
Ketika itu, Elijah membuat
sebuah pernyataan umum
dalam suatu siaran radio dari Chicago, ''Nama Clay ini tidak menyiratkan arti ketuhanan.
Saya harap dia akan
menerima dipanggil dengan
nama yang lebih baik.
Muhammad Ali, nama yang
akan saya berikan kepadanya
selama dia beriman kepada
Allah dan mengikuti saya.''
Selama tiga tahun sebelum
pertarungannya untuk
memperebutkan gelar juara
dunia kelas berat dengan
Sonny Liston, Clay telah
menghadiri pertemuan-
pertemuan yang diadakan
oleh NOI. Kehadiran Ali
diberitakan oleh koran Daily
Nezus di Philadelphia pada
September 1963 . Pada
Januari 1964, dia membuat
sensasi besar dengan
berbicara di sebuah rapat
Muslim di New York.
Beberapa minggu kemudian,
ayahnya mengatakan bahwa
Clay telah bergabung dengan
NOI. Kendati demikian, Clay
belum memberikan
pernyataan publik tentang
keikutsertaannya dalam NOI.
Tetapi, dia sibuk mempelajari
Islam di bawah bimbingan
Kapten Sam Saxon (sekarang
Abdul Rahman) yang dijumpai
Clay di Miami pada 1961.
Clay juga merenungkan
ajaran- ajaran Elijah
Muhammad dan membaca
surat kabar yang diterbitkan
NOI. Di samping itu, ia juga
mencari bimbingan dan saran
dari Malcolm X--tokoh NOI
lainnya--yang dijumpainya di
Detroit pada awal 1962.
Sebelum pertandingan Clay
melawan Liston, Malcolm
mengunjungi Clay sebagai
pribadi, bukan sebagai wakil
Elijah. Malcolm menganggap
Clay sebagai adiknya dan
menasihati dia. Nasihat
Malcolm ini justru menjadi
pemicu semangatnya untuk
bertekad mengungguli Liston.
Walaupun merasa sangat
takut menghadapi Liston, akhirnya Clay menang dalam pertandingan. Pertandingan tersebut berakhir sebelum bel ronde ketujuh berbunyi.
Dengan kemenangan
tersebut, dunia memiliki
seorang juara baru di arena
tinju.
Agama rasional
Kemenangan tersebut
diyakininya merupakan 'waktu
Allah'. Di antara tepuk riuh
para pendukung dan kilatan-
kilatan lampu kamera, Clay
berdiri di depan jutaan
penonton yang mengelilingi
ring dan kamera TV. Ia
mengucapkan dua kalimat
syahadat dan mengumumkan
pergantian namanya menjadi
Muhammad Ali Clay. ''Aku
meyakini bahwa aku sedang
berada di depan sebuah
kebenaran yang tak mungkin
berasal dari manusia,''
ujarnya.
Ali mengungkapkan,
kepindahannya ke agama
Islam adalah hal yang wajar
dan selaras dengan fitrah
yang Allah ciptakan untuk
manusia. Ia meyakini bahwaIslam membawa kebahagiaan
untuk semua orang.
Menurutnya, Islam tidak
membeda-bedakan warna
kulit, etnis, dan ras.
''Semuanya sama di hadapan
Allah SWT. Yang paling utama
di sisi Tuhan mereka adalah
yang paling bertakwa.''
Ia membandingkan ajaran
Trinitas dengan ajaran Tauhid
dalam Islam. Menurutnya, Islam
lebih rasional. Karena, tidak
mungkin tiga Tuhan mengatur
satu alam dengan rapi seperti
ini. Hal tersebut dinilainya
sebagai suatu hal yang
mustahil terjadi dan tidak
akan memuaskan orang yang
berakal dan mau berpikir.
Keyakinannya terhadap Islam
makin bertambah manakala Ali
membaca terjemahan Alquran.
''Aku bertambah yakin bahwa
Islam adalah agama yang hak,
yang tidak mungkin dibuat
oleh manusia. Aku mencobabergabung dengan komunitas
Muslim dan aku mendapati
mereka dengan perangai
yang baik, toleransi, dan
saling membimbing. Hal ini
tidak aku dapatkan selama
bergaul dengan orang-orang
Nasrani yang hanya melihat
warna kulitku dan bukan
kepribadianku,'' paparnya.
Sejak saat itu, ia
membelanjakan uangnya
beberapa ratus ribu dolar
untuk buku-buku dan
pamflet-pamflet Islami supaya
dapat memperkenalkan agama
barunya. Dia percaya bahwa
bukan hanya kaum Muslim,
tetapi juga orang Kristen dan
Yahudi yang takut pada
Tuhan akan masuk surga.
Ketika para dokter di AS
memvonisnya dengan penyakit
Sindroma Parkinson, Ali
mengatakan bahwa dia telah
mendapatkan hidup yang baik
sebelumnya dan sekarang. Dia
tidak membutuhkan simpati
dan belas kasihan. Dia hanya
ingin menerima kehendak Allah
SWT. Penyakitnya ini, menurut
dia, merupakan cara AllahSWT merendahkannya untuk
mengingatkannya pada
kenyataan bahwa tak ada
seorang pun yang lebih hebat
dari Allah.
Perjuangan Ali yang utama
sekarang adalah mencoba
menyenangkan Allah dalam
segala hal yang diperbuatnya.
Menguasai dunia tidak
membawanya kepada
kebahagiaan yang sejati.
Kebahagiaan sejati, katanya,
hanya didapatkan dengan
menyembah Allah. Kini, dia
termasuk orang-orang yang
giat berdakwah di Amerika
dan aktif mengampanyekan
solidaritas dan persamaan
hak. dia/sya/berbagai sumber
Ali Penganut Sufi
Dengan sikap yang tegar,
kuat, dan penuh percaya diri,
ternyata Muhammad Ali
merupakan seorang penganut
tasawuf (sufi) yang sangat
baik. Putri Muhammad Ali yang
bernama Hanna Yasmeen Ali,
buah perkawinannya dengan
Veronica Porche Ali, dalam
sebuah wawancara dengan
Beliefnet, mengungkapkan
kehidupan dan spiritualitas
Muhammad Ali.
Hanna mengatakan, ayahnya
adalah orang yang sangat
taat dalam menjalankan
perintah agama. Bahkan, ia
tak segan- segan untuk
bersikap keras dan tegasterhadap anggota
keluarganya yang tidak mau
menjalankan perintah Allah.
Sikap ini dibuktikan Ali dengan
menceraikan istrinya yang
pertama, Sonji Roi, pada
tahun 1966. Karena, menurut
Ali, istrinya tersebut tidak
menunjukkan sikap sebagai
seorang Muslim.
Hanna menambahkan,
ayahnya tidak pernah
meninggalkan shalat lima
waktu. ''Sesibuk apa pun,
ayah akan senantiasa
mengerjakan shalat lima
waktu,'' ujar Hanna.Bahkan, Ali
juga senantiasa berupaya
melaksanakan shalat fardhu
secara berjamaah di masjid.
''Walaupun jaraknya
membutuhkan waktu hingga
20 menit perjalanan, ayah
akan selalu berupaya pergi
ke masjid. Namun, ketika
penyakit parkinson
menghinggapi, ayah memang
sekarang jarang ke masjid,''
jelas Hanna.
Hanna menambahkan,
ayahnya juga seorang
penganut sufi yang taat. Ali punya koleksi buku tasawuf
karya Hazrat Inayat Khan,
seorang guru sufi.
''Spiritualitas ayah saya
sangat tinggi. Dari sikapnya
yang sangat religius itu, ia
praktikkan dalam kehidupan
sehari-hari, menyayangi
sesama, melakukan kegiatan
sosial, dan mendorong banyak
orang untuk senantiasa rajin
mendekatkan diri kepada
Tuhan,'' terangnya.
Ketika terjadi peristiwa 11
September 2001 akibat
serangan teroris terhadap
dua menara kembar World
Trade Center (WTC) hingga
memunculkan tuduhan
terhadap Islam sebagai agama
teroris, Ali pun tampil ke
publik dan menyatakan bahwa
perbuatan tersebut adalah
perbuatan oknum dan bukan
Islam. Ia menyatakan, aksi
tersebut merupakan
perbuatan orang- orang
yang keliru dalam memahami
Islam secara benar. ''Islam
adalah agama yang damai dan
cinta akan kedamaian,''
terangnya.
[republikaonline]
Islam membawa Muhammad Ali pada kedamaian dan kepercayaan diri yang tinggi
Selasa, 02 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar